
AMBON,Nunusaku.id,- Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelenggaraan Perhubungan di Kota Ambon resmi memasuki tahap akhir yaitu uji publik.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Komisi II DPRD Kota Ambon, Cristianto Laturiuw, menegaskan, regulasi ini harus hadir sebagai jawaban nyata atas masalah kemacetan, bukan sekadar menjadi dokumen normatif belaka.
Pernyataan itu disampaikan Laturiuw usai kegiatan uji publik yang digelar di ruang paripurna DPRD Kota Ambon, Sabtu (24/5/25).
Uji publik melibatkan berbagai pihak terkait, mulai dari Dirlantas Polda Maluku, Polresta Ambon, pengelola pelabuhan, hingga pelaku usaha pelayaran.
“Ini momen krusial sebelum Ranperda ditetapkan menjadi Perda. Karena itu, kami libatkan seluruh pemangku kepentingan agar semua aspirasi bisa terakomodir secara menyeluruh,” tandasnya.
Ia mengungkapkan, meski Ambon telah miliki regulasi lalu lintas melalui Perda nomor 5 tahun 2011 dan pembaruannya pada 2017, namun Ranperda 2025 hadir untuk melengkapi celah yang belum terjawab.
“Salah satu poin krusial yang kami masukkan kali ini adalah soal pengaturan kepelabuhanan. Ini penting, karena pelabuhan memegang peranan vital dalam konektivitas dan ekonomi kota,” jelas politisi Gerindra itu.
Dari hasil uji publik, mayoritas masukan publik menyoroti satu hal yaitu kemacetan. Bagi Laturiuw, ini menjadi indikator bahwa masyarakat mendambakan solusi konkret, bukan janji di atas kertas.
“Kita tidak ingin Perda ini hanya selesai di atas meja, tetapi gagal mengurai masalah di lapangan. Maka setelah disahkan, harus segera disusul Peraturan Walikota yang mengatur teknis penataan lalu lintas secara rinci,” tegasnya.
Laturiuw juga menyinggung keluhan pelaku usaha pelabuhan yang terganggu aktivitas kuliner malam. Menurutnya, kegiatan ekonomi dan kelancaran lalu lintas harus berjalan beriringan.
“Silakan beraktivitas, tetapi harus ada penataan agar tidak saling mengganggu. Ini soal keseimbangan antara ruang publik dan kepentingan usaha,” tambahnya.
Sementara itu, terkait penghapusan klausul retribusi dalam Ranperda, Laturiuw menjelaskan bahwa aspek tersebut akan diatur terpisah dalam regulasi tentang pajak dan retribusi daerah.
“Kami tekankan, jangan sampai regulasi ini jadi formalitas. Ketika masyarakat bersuara, itu artinya mereka peduli. Tugas kita adalah mendengarkan dan bertindak,” pungkasnya. (NS)