
AMBON,Nunusaku.id,- Kritikan pedas dilontarkan anggota DPRD Kota Ambon Bodewyn Mailuhu saat paripurna penyampaian rekomendasi DPRD terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Ambon tahun 2024, Senin 5 Mei 2025.
Mailuhu menilai, kenaikan tarif retribusi sampah yang dilakukan pemerintah kota (Pemkot) Ambon hingga mencapai 500 persen dinilai memberatkan dan terkesan tidak adil bagi pedagang termasuk pelaku UMKM seperti kios dan rumah makan kecil.
“Kenaikan dari Rp 300 ribu menjadi Rp 1,8 juta per bulan bukan hal kecil. Ini memberatkan pelaku usaha kecil, padahal kita selalu bicara tentang penguatan UMKM,” ujar politisi NasDem itu.
Ia membandingkan perlakuan terhadap pelaku UMKM dengan pengusaha besar yang justru mendapat keringanan pembayaran melalui MoU khusus.
“Pengusaha besar yang sebelumnya membayar Rp 24 juta per tahun, kini hanya bayar Rp 6 juta melalui MoU. Sementara UMKM dinaikkan drastis. Ini tidak adil dan harus dikaji ulang,” tandasnya.
Karena itu, sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat dan terutama pedagang serta pelaku UMKM, fraksi NasDem sebut Mailuhu, meminta Pemkot Ambon mempertimbangkan kembali kebijakan ini demi menjaga keberlangsungan pelaku usaha kecil di kota ini.
“Kami tetap akan bersama Pemerintah Kota Ambon hingga akhir periode, bahkan pada periode kedua jika diberi mandat rakyat. Tapi kebijakan seperti ini harus diperhatikan dengan serius,” tegasnya.
Kritikan dan permintaan wakil rakyat itu tak digubris Pemkot Ambon melalui badan pengelola pajak dan retribusi daerah (BPPRD). Mereka bergeming, kenaikkan retribusi sampah hingga 500 persen itu dalam upaya meningkatkan Penerimaan Asli Daerah (PAD), yang didasarkan pada aturan perundang – undangan, serta dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat.
Kepala BPPRD Kota Ambon, Roy de Fretes menyebut, penetapan tarif retribusi berdasarkan UU nomor 1/2022, tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dimana diturunkan dalam PP nomor 35/2023 yang juga menjelaskan Tata Pemungutan Pajak Dan Retribusi Daerah pada pasal 29.
Selanjutnya, untuk memungut pendapatan atau pungutan daerah, perlu ditetapkan dengan Perda, dimana kota Ambon telah menetapkan Perda nomor 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, didalamnya terdapat Retribusi Kebersihan yang masuk dalam Retribusi Jasa Umum.
Retribusi Jasa Umum, lanjutnya, adalah retribusi yang meliputi berbagai perhitungan di dalamnya retribusi persampahan. Dalam Perda Kota Ambon Nomor 1/2024, terdapat lampiran besaran tarif, berdasarkan kategori, baik rumah tangga, bisnis, industri, ada tarif untuk fasilitas masyarakat, tarif sampah umum dan sampah spesifik.
“Dasar penentuan retribusi menggunakan Volt Ampere (VA) atau penggunaan daya listrik. Itu ketentuan Pemerintah Pusat bukan daerah,” jelas de Fretes.
Khusus UMKM, ujarnya, masuk dalam kategori bisnis sangat kecil, dengan penggunaan daya listrik minimal 450 VA, dan itu dikenakan tarif Rp 150.000 per bulan atau Rp 1.800.000 dalam satu tahun.
“Jika kita hitung Rp 1.800.000 dibagi 365 hari, maka didapat tidak sampai Rp 5000, lebih murah dari harga air mineral kemasan yang tiap hari kita beli, bukan hanya sekali tapi bisa saja berkali – kali. Padahal dari botol itu juga sebabkan sampah. Jadi intinya, kita tidak seenaknya menentukan tarif retribusi,” jelasnya.
Terkait kebijakan kenaikan tarif ini menurut dia merupakan hal wajar jika dibanding dengan kemampuan masyarakat saat ini. Sebab tarif retribusi sampah yang lama telah berlaku sejak 2012 sampai 2025, itu artinya selama 13 tahun belum ada kenaikan tarif.
Ditegaskan, bila kebijakan ini dirasa berat, maka masyarakat sebagai wajib retribusi memiliki hak untuk memohon keringanan sesuai ketentuan yang berlaku, tapi memiliki kewajiban untuk membayar.
“Sampai saat ini kita terbatas dalam armada angkutan sampah, sementara volume sampah tiap saat naik. Maka diharapkan agar masyarakat dapat mendukung pemerintah, supaya bisa melakukan pelayanan dengan baik,” ajaknya. (NS)