
AMBON,Nunusaku.id,- Ketua DPRD Kota Ambon, Morits Tamaela menjadikan Rumah Dinas (Rumdis) di kawasan Karang Panjang Ambon sebagai tempat konsumsi minuman keras (Miras) 26 Juli 2025 lalu.
Bahkan, Tamaela akui ikut meneguk miras tradisional jenis Sopi walau hanya sekali. Namun soal dugaan penganiayaan dia membantah.
Akan tetapi, nasi sudah jadi bubur. Publik sudah mengetahui fakta sebenarnya bahwa Rumdis yang merupakan aset negara dan daerah dari pajak rakyat disalahgunakan fungsinya oleh seorang pejabat.
Pengamat politik yang juga Sosiolog Universitas Pattimura (Unpatti), Paulus Koritelu menegaskan, rumah bukanlah tempat tinggal biasa, apalagi ini rumah dinas seorang pimpinan DPRD yang terhormat. Yang mana merupakan simbolisasi dari kehormatan publik.
“Sehingga ketika kehormatan itu ternodai, maka perilaku menyimpang itu masuk juga dalam kategorisasi meminum minuman keras (Miras) secara berlebihan,” jelas Koritelu kepada media ini, Sabtu (9/8).
Padahal menurut Koritelu, DPRD Kota Ambon dan Morits selaku Ketua Dewan getol mendorong agar lahir satu peraturan daerah (Perda) untuk mengatur peredaran Miras jenis Sopi di masyarakat.
“Sekarang pertanyaannya kalau mengabsahkan itu dalam ketentuan peraturan, tetapi dia (Morits-red) sendiri yang kemudian melanggarnya. Disitulah terjadi proses degradasi terhadap kehormatan DPRD,” ungkapnya.
Menurut Koritelu, Morits selain sebagai ketua DPRD, tetapi yang bersangkutan pula adalah representasi kehormatan rakyat dan rumah dinas yang ditempatinya juga punya nilai yang demikian sama.
Sehingga kemudian pada tataran tertentu ketika perilaku Ketua DPRD Kota Ambon dianggap menyimpang, itu yang kemudian menjadi persoalan publik.
“Yang jadi masalah serius hari ini adalah ternyata eksistensinya sebagai seorang wakil rakyat, juga ketua DPRD itu mengalami sebuah proses yang namanya public distrust. Artinya terjadi degradasi kepercayaan publik terhadap dirinya sendiri,” jelasnya.
Karena itu secara politis, agar partainya tetap terselamatkan dalam wibawa dan kepercayaan publik, maka kemudian kebijakan-kebijakan internal partai itu bisa diambil terhadap yang bersangkutan.
“Jadi tanpa disadari, dengan viralnya perilaku Ketua DPRD dengan kategori negatif, itu adalah bagian dari penjara sosial yang coba dibangunnya. Apalagi ketika publik mencibir dengan berbagai komentar itu adalah bagian dari sanksi sosial terhadapnya,” ungkap Koritelu.
Sebab itu, Koritelu menyarankan partai NasDem tempat Morits Tamaela bernaung, agar menempuh kebijakan politis untuk memberi sanksi terhadap perilakunya yang tidak memberi contoh baik kepada masyarakat.
“Paling ekstrim keputusan misalnya menggantikan posisi Tamaela dari kursi Ketua DPRD dengan kader lain yang cakap dan punya etika sedikit lebih baik. Bahwa telah lebih dulu menggantinya dari posisi Ketua partai mesti jadi catatan reflektif,” akunya.
Bahwa langkah mengganti Morits dari Ketua DPRD ke anggota biasa juga tambah Koritelu, adalah upaya untuk menyelematkan nama baik partai di kontestasi politik kedepan. Yang bisa saja kepercayaan publik terhadap NasDem tergerus dengan kasus yang melibatkan dia.
“Jika memang dalam kepentingan politik partai dirasakan perlu, pasti pimpinan NasDem di wilayah dan pusat akan lakukan itu. Bahwa proses pembersihan itu bagian dari revolusi atau restorasi politik yang dilakukan NasDem agar partai tetap bersih. Agar masa depan partai terhindar dari sanksi sosial dari masyarakat,” pungkasnya. (NS)